Sabtu, 11 Oktober 2014



“mengungkap aib cinta dari curahan hati sang penyair cinta”
KEPINGAN MOZAIK LAMA
(Ditulis  Juli 2013)
Ketika hati ini telah terpaut terhadap seorang hamba, maka tak ada halangan, keraguan yang ada dalam hati ini untuk melangkah mengorbankan untuk kebahagiannya. Aku pun tak tahu kenapa aku bisa menjadi wanita yang sekuat ini dalam mencintai aku pun tak tahu apakah kelebihan dari dirinya sehingga hati ini susah untuk melihat keburukan dari dalam dirinya dan aku pun tak tahu keyakinan yang kumiliki bahwa dia yang terbaik, apakah itu berasal dari allah taukah aku hanya mengikuti nafsuku semata. Entahlah, hanya allah Azza wajallah yang mengetahui semuanya.
            Aku tulus, ikhlas mencintainya karena allah. Hati ini seakan-akan sudah mengakar dalam hati dan susah untuk mencabutnya. Ini semua berawal dari cinta monyet, suka-sukaan dan terjadi kurang lebih 8 tahun silam. Saat itu aku duduk di kelas 5 SD. Aku selalu bersaing dengannya. Dia anak yang pintar dan dia menjadi saingan terberatku saat itu. Aku duduk berseblahan dengannya, mungkin dia bisa tetapi aku tak biasa dengannya. Terasa ada bisikan dan ada seseorang yang sengaja menanamkan rasa itu dalam hati ini. Mungkin itu yang namanya cinta monyet, yaah itu cinta monyet tetapi lama kelamaan cinta itu tumbuh menjadi monyet yang indah dan semakin hari semakin mengakar.
Dia “the first love” cinta pertama. saat itu aku masih sering bermain dengannya, bercanda riah menikmati indahnya masa kanak-kanak. Dentingan waktu terus berputar, Setahun berlalu kami pun lulus tahun 2007 dan dia melanjutkan sekolahnya disebuah pesantren dan aku sendiri ke sekolah negeri yang ada didekat rumah. Sempat berfikiran mungkin perasaan ini hilang karena terpisah oleh jarak dan waktu. Menganggap ini hanyalah cinta monyet, cinta masa kanak-kanak tetapi itu salah…namun itu semua tertepiskan oleh waktu dan rasa. pertengahan semester di sekolah menengah pertama. Entah setan apa yang merasuki jiwa ini. diri ini memberanikan  untuk mengirimkannya surat. Dibantu oleh seorang sahabat disebrang desa ini. Aku berjalan kaki sekitar 500 M dari rumah menyebrang kekampung sebelah yaitu di kampung “Melenium” sekitar  ba’dah duhur, berjalan sendirian ditengah teriknya matahari.
Matahari pun memandangiku, dan hempasan angin disetiap detiknya menjadi saksi awal kisah cinta ini. Matahari pun terasa dingin, karena mereka bersenandung ria untuk ku. Sesampai disana aku pun menyampaikan maksud dan tujuanku datang. Ini berhubung diantara aku, sahabatku dan sidia itu sempat mempunyai masalah sepele. Dulu kami berpura-pura memusuhi dia bersama temannya. Berminggu-minggu kami menjauhinya, mungkin dia tak sadar tapi kita sangat menyadari itu semua. Dulu aku bersikap aneh pura-pura marah, entah kenapa. Tetapi mungkin karena dihati ini sudah ada perasaan lain. Saat itu aku masih awam yang soal perasaan.  Nah, itulah salah satu alasan untuk mengiriminya surat permintaan maaf kepadanya. Saat itu aku dan sahabatku berjalan kesuatu tempat yang tak jauh dari rumah sahabatku. Disanalah kami mendiskusikan tentang surat permintaan maaf dan bagaimana caranya surat itu sampai ketangannya. Setelah lama berdiskusi kami mendapatkan ide. Aku kembali kerumah dan langsung menuliskan surat permintaan maaf, bukan hanya surat yang aku berikan kepadanya. Sebuah pulpen snowman hitam dan satu kalung, kemudian aku memasukkan kedalam dos bekas lampu dengan balutan bungkusan  kertas berwarnah putih dan aku gambar diats kertas itu sebuah gambar “ LOVE”. Aku menulis surat itu tanpa beban dan begitu polos  kata-kata yang saya tuliskan dalam surat itu. Maklumlah saat itu aku masih di bangku SMP kelas 1.
            Aku tak tahu cara menyampaikan surat itu, jarak yang membuat segalanya menjadi susah. Niat yang baik pasti mendapat jalan dan kemudahan. Kebetulan teman kelasku bernama zafron bertempat tinggal tidak jauh dari pesantren dimana dia bersekolah. Nah, kuberikan surat dan kado itu kedia, dan dia pun mengaku mengenalnya dan sering bermain bareng. Sepulang sekolah saya memeberikan surat dan kado itu. Berharap apa yang kuberikan itu tersampaikan kepadanya. Entahlah… apakah dia menerima surat dan kado itu atau tidak. Sampai sekarang akupun tak tahu kepastian surat itu, feelingku mengatakan surat dan kado itu gagal tersampaikan. Mungkin temanku yang mengambilnya (heheh).
            Jarak dan waktu  membuat perasaan ini terkikis dengan sendirinya. Aku melupakannya tetapi itu hanya sejenak. Terkadang dirinya hadir seketika dalam bayanganku dan seketika pula lenyap. Isi hati ini kutuangkan dalam sebuah buku diary kado pemberian seorang sahabtku. Adinda Nurul namanya.  Lembaran isi yang masih ku ingat sampai saat ini ketika diri ini ingin bertemu dengannya diacara tujuh belasan (Hari merdeka). Setiap tujuh belasan dirinya hadir karena dirinya aktif dalam organisasi pramuka. Dia sangat cinta organisasi terutama bidang kepramukaan. Hati ini tak sabar menanti hari itu, meski tak menyapa satu sama lain, senyum sudahlah cukup mengobati jiwa yang merana karena cinta.  Tibalah hari itu, hari kemerdekaan dan tepatnya untukku hari memerdekakan hati. Namanya juga ABG, pikiran rasional pun belum seimbang. Tiap hari aku datang diperkemahan yang jaraknya tidak jauh dari rumah. Alhamdulillah allah mengijabah do’aku, aku pun melihat dirinya disebuah lapangan dengan pakaian lengakap pramuka. Sontak hati ini kaget, panas dingin mengguyur tubuh ini seketika, getaran dihati semakin keras. Apakah ini tandanya aku jatuh cinta dengannya? Inilah cinta.
            Tergopoh-gopoh diri ini dengan darah yang mendidih sampai keubun-ubun berlarian menuju rumah dan bercermin melihat diriku yang begitu gugup tak menyangka bisa melihat dirinya. Setahun tak ketemu, rasa itu muncul.
            Inilah hatiku yang terpaut erat untuknya. Saat itu aku menyadari bahwa  aku telah merasakan cinta dihati ini. Senyum tersipu malu ketika aku membayangkan kisah 8 tahun yang lalu. inilah ungkapan aib cinta dari sang penyair cinta. Inilah kepingan mozaik memoar lama.



DUA JAM, JUDUL PUN BELUM LAHIR

(27/08/2014)

Ruangan yang sejuk dengan beberapa otak kepala yang sedang beradu aktifitas di sebuah ruangan yang luas bercat putih, ruangan yang dipenuhi deretan buku berjejer disetiap penjuru ruangan ini. Ada buku filsafah, ekonomi, kesehatan dan ribuan jenis buku yang menarik tapi tak mengundang perhatianku. Ku berjalan terus memandangi setiap gerakan partikel di ruangan ini, beberapa pasang mata sesekali memandangiku mendengarkan dendangan sepatu disetiap langkah. Tujuan nya bergabung bersama mereka, namun entah kenapa ada gaya magnet yang menarikku berbelok kekanan. Atmosfernya tidak jauh berbeda diluar ruangan itu. Ku tarik pintu itu secara perlahan agar tak menimbulkan suara” treeeet… “ suara pintu, aku tak berhasil mendiamkan pintu itu. Mata ku tertuju kepada semua orang-orang yang ada diruangan itu. Ada aturan yang harus dipatuhi sebelum melangkahkan kaki. Mengisi administrasi. Sepasang bola mata tertuju pada 4 rak berjejer masing-masing 5 tingkat setiap raknya. Nampaknya bacaan yang menarik, tak ada yang menyentuhnya rupanya.  Kucoba memegangmu seraya dirimu mengatakan sesuatu kepadaku, kamu pun berbisik aneh kepadaku. Kudekatkan telinga ini sedekat mungkin mencoba berdialog dengan mu, kucoba mengerti, aku pun kelabakan. Kamu mempunyai teman-teman. Ada fajar, jaya karta, kompas, harian ekonomi neraca, pelita, pedoman rakyat, suara pembaruan, suara karya, surya,  republika dan mimbar. Semua sangat menarik hati aku pun jatuh hati pada kalian namun kalian punya tampilan luar yang sama, baunya, warna dan tubuhmu sangat eksotis. Kau ada begitu lama sejak tahun 1985 sampai 2014. Woow….. luar biasa eksistensimu untuk kami dan tepatnya untuk saya sendiri. Kumulai paham apa yang kau bisikkan kepadaku ternyata kau mengatakan” Take me out”, ku tertawa kecil ada kontak batin yang terjalin diantara kita. kumerasa tak layak berdiri dihadapanmu. Kuperlahan memberanikan diri memegangmu, kamu pun tersenyum kepadaku menandakan kamu pun menyukaiku. Kumelirik-lirik yang mana yang cocok untukku. Apakah diantara kalian adalah jodohku? Kumenggumah. Entah kenapa kedua tangan ini tak sengaja menyentuh kulit mu yang tak beridentitas. Fajar, kompas ataupun surya mencoba memanggilku denga rayuan yang menggoda. Namun hati ini tak bergeming melirihmu.
       Kau yang berwarna hijau berbis biru , “bismillah”.  Kujatuhkan pilihanku kepadamu. Bermula karena kau tak beridentitas seperti yang lain. Kumulai mencoba mengenal mu ternyata namamu adalah identitas “surat kabar kampus”. Terpelongok diriku ini “kau bernama identitas” tapi kau tak beridentitas. Ku coba pahami dirimu seluk belukmu. Dialog ini semakin menyenangkan kau pun mulai mengenalmu dan kita semakin cocok apakah ini tandanya kita berjodoh. Hati kecilku bergumang “ yaa… tentu”. Waah… ternyata dirimu adalah masa laluku. Dimana diriku pernah mencoba memasuki kehidupanku. Namun kau menolakku secara mentah-mentah. Ternyata kita berjodoh “hehehe”, senangnya dalam hati  masa lalu yang pahit dengan berbalut kekecewaan kini kau sendiri memanggilku. “ surat kabar kampus”. UNHAS. Ada cerita panjang yang akan menguak kekecewaan tentang sang almamater merah. Cukup ini kisah hari ini tentang diriku membaca surat kabar tahun 1980-an dan cerita tentang sang almamater merah ada ruang, waktu dan objek tersendiri.